'Urf merupakan sesuatu yang
telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, 'urf disebut
adat (adat kebiasaan).
1. Pengertian
Sekalipun dalam pengertian
istilah hampir tidak ada perbedaan pengertian antara 'urf dengan adat, namun
dalam pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian 'urf lebih umum dibanding
dengan pengertian adat, karena adat disamping telah dikenal oleh masyarakat,
juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan telah merupakan
hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang melanggarnya.
Seperti dalam salam (jual beli dengan pesanan)
yang tidak memenuhi syarat jual beli. Menurut syarat jual beli ialah pada saat
jual beli dilangsungkan pihak pembeli telah menerima barang yang dibeli dan
pihak penjual telah menerima uang penjualan barangnya.
Sedang pada salam barang
yang akan dibeli itu belum ada wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan,
baru ada dalam bentuk gambaran saja. Tetapi karena telah menjadi adat kebiasaan
dalam masyarakat, bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka salam itu
dibolehkan. Dilihat sepintas lalu, seakan-akan ada persamaan antara ijma'
dengan 'urf, karena keduanya sama-sama ditetapkan secara kesepakatan dan tidak
ada yang menyalahinya. Perbedaannya ialah pada ijma' ada suatu peristiwa atau
kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya. Karena itu para mujtahid membahas dan
menyatakan kepadanya, kemudian ternyata pendapatnya sama. Sedang pada 'urf
bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau kejadian, kemudian seseorang atau
beberapa anggota masyarakat sependapat dan melaksanakannya. Hal ini dipandang
baik pula oleh anggota masyarakat yang lain, lalu mereka mengerjakan pula.
Lama-kelamaan mereka terbiasa mengerjakannya sehingga merupakan hukum tidak
tertulis yang telah berlaku diantara mereka. Pada ijma' masyarakat melaksanakan
suatu pendapat karena para mujtahid telah menyepakatinya, sedang pada 'urf,
masyarakat mengerjakannya karena mereka telah biasa mengerjakannya dan
memandangnya baik.
2.
Macam-macam 'urf
'Urf dapat dibagi atas beberapa bagian. Ditinjau
dari segi sifatnya. 'urf terbagi kepada:
a. 'Urf
qauli
Ialah 'rf yang berupa
perkataan' seperti perkataan walad, menurut bahasa berarti anak, termasuk di
dalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari
biasa diartikan dengan anak laki-laki saja. Lahmun, menurut bahasa
berarti daging termasuk di dalamnya segala macam daging, seperti daging
binatang darat dan ikan Tetapi dalam percakapan sehari-hari hanya berarti
binatang darat saja tidak termasuk di dalamnya daging binatang air (ikan).
b. 'Urf
amali
Ialah 'urf yang berupa perbuatan. Seperti jual
beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Padahal menurut
syara', shighat jual beli itu merupakan salah satu rukun jual beli. Tetapi
karena telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jua beli tanpa
shighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka syara'
membolehkannya.
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya 'urf,
terbagi atas:
a. 'Urf
shahih
Ialah 'urf yang baik dan dapat diterima karena
tidak bertentangan dengan syara'. Seperti mengadakan pertunangan sebelum
melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam
masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara'.
b. 'Urf
asid
Ialah 'urf yang tidak baik dan tidak dapat
diterima, karena bertentangan dengan syara'. Seperti kebiasaan mengadakan
sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini
tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan
agama Islam.
Ditinjau dari ruang lingkup berlakunya, 'urf
terbagi kepada:
a. 'Urf
'âm
Ialah 'urf yang berlaku
pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang
yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terima kasih kepada
orang yang telah membantu kita dan sebagainya.
Pengertian memberi hadiah di sini dikecualikan
bagi orang-orang yang memang menjadi tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan
untuk pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada, seperti hubungan penguasa atau pejabat
dan karyawan pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas kewajibannya dengan
rakyat/masyarakat yang dilayani, sebagai mana ditegaskan oleh Hadits Nabi
Muhammad SAW:
مـن
شفع لأخـيه شـفاعة فأهــدى له هـدية فقـبلها فقد اتى بـابا عـظيما مـن أبـواب
الـربا (رواه أحمد و أبو داود)
Artinya:
"Barangsiapa telah memberi syafa'at (misalnya
jasa) kepada saudaranya berupa satu syafa'at (jasa), maka orang itu memberinya
satu hadiah lantas hadiah itu dia terima, maka perbuatannya itu berarti ia
telah mendatangi/memasuki satu pintu yang besar dari pintu-pintu riba.
Hadits ini menjelaskan hubungan penguasa/sultan
dengan rakyatnya.
b. 'Urf
khash
Ialah 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa
atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa
dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai
menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain
tidak dibiasakan.
3. Dasar
hukum 'urf
Para ulama sepakat bahwa 'urf shahih dapat
dijadikan dasar hujjah selama tidak bertentangan dengan syara'. Ulama Malikiyah
terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan
hujjah, demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah
dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi'i terkenal dengan qaul qadim dan qaul
jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada
waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul qadim) dengan setelah beliau berada
di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga madzhab itu berhujjah
dengan 'urf. Tentu saja 'urf fasid tidak mereka jadikan sebagai dasar hujjah.
4. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan 'urf
Diantara kaidah-kaidah fiqhiyah yang berhubungan
dengan 'urf ialah:
a.
الـعـادة مـحـكمة
Artinya:
"Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai
hukum."
b.
إسـتعتمال
الناس حـجة يجـب العمل بهـا
Artinya: "Perbuatan manusia yang telah tetap
dikerjakannya wajib beramal dengannya."
c.
لا
ينكر تغـير الأحـكام بتغـير الزمــان
Artinya:
"Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum
(berhuhungan) dengan perubahan masa."
0 komentar:
Post a Comment
"Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!."