Pertanyaan:
Al-Qur'anul Karim dan Hadits
Syarif menyebutkan pengharaman khamar, tetapi
tidak menyebutkan keharaman
bermacam-macam benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan
heroin. Maka bagaimanakah hukum
syara' terhadap penggunaan
benda-benda tersebut,
sementara sebagian kaum
muslim tetap mempergunakannya dengan
alasan bahwa agama
tidak mengharamkannya?
Jawaban:
Segala puji kepunyaan
Allah, shalawat dan
salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah. Wa ba'du:
Ganja, heroin, serta
bentuk lainnya baik padat maupun
cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat
(narkotik) adalah termasuk benda-benda yang
diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.
Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang
dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:
"Khamar ialah segala sesuatu yang menutup akal."1
Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal dari
tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan mampu menetapkan sesuatu.
Benda-benda ini akan mempengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan
sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan, yang jauh dipandang
dekat dan yang dekat dipandang jauh. Karena itu sering kali terjadi kecelakaan
lalu lintas sebagai akibat dari pengaruh benda-benda memabukkan itu.
2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk dalam
kategori khamar atau "memabukkan," maka ia tetap haram dari segi
"melemahkan" (menjadikan loyo). Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu
Salamah.
"Bahwa Nabi saw. melarang segala sesuatu yang
memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)."2
Al-mufattir ialah sesuatu yang menjadikan
tubuh loyo tidak bertenaga. Larangan
dalam hadits ini
adalah untuk mengharamkan,
karena itulah hukum asal bagi suatu
larangan, selain itu juga
disebabkan dirangkaikannya antara
yang memabukkan --yang sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.
3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam kategori memabukkan
dan melemahkan, maka ia termasuk dalam jenis khabaits
(sesuatu yang buruk)
dan membahayakan, sedangkan diantara ketetapan syara': bahwa lslam
mengharamkan memakan sesuatu yang
buruk dan membahayakan,
sebagaimana flrman Allah dalam
menyifati Rasul-Nya a.s.
di dalam kitab-kitab Ahli Kitab:
"... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..."(al-A'raf: 157)
Dan Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain."3
Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (an-Nisa': 29)
"... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
kedalam kebinasaan ..." (al-Baqarah: 195)
Dalil lainnya
mengenai persoalan itu
ialah bahwa seluruh pemerintahan (negara)
memerangi narkotik dan menjatuhkan
hukuman yang sangat
berat kepada yang
mengusahakan dan
mengedarkannya. Sehingga pemerintahan
suatu negara yang memperbolehkan khamar dan minuman
keras lainnya sekalipun, tetap memberikan hukuman berat
kepada siapa saja yang terlibat narkotik. Bahkan sebagian
negara menjatuhkan hukuman
mati kepada pedagang dan
pengedarnya. Hukuman ini memang tepat dan benar, karena pada
hakikatnya para pengedar
itu membunuh bangsa-bangsa demi mengeruk kekayaan. Oleh karena itu, mereka
lebih layak mendapatkan hukuman qishash dibandingkan orangyang membunuh seorang
atau dua orang manusia.
Syekhul lslam Ibnu
Taimiyah rahimahullah pernah
ditanya mengenai apa yang wajib
diberlakukan terhadap orang
yang mengisap ganja dan
orang yang mendakwakan bahwa semua itu jaiz, halal, dan
mubah?
Beliau menjawab:
"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum
haram, ia termasuk seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan.
Sama saja hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi
mengisap dalam jumlah banyak
dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim.
Sedangkan orang yang menganggap bahwa
ganja halal, maka dia
terhukum kafir dan diminta agar bertobat. Jika ia bertobat
maka selesailah urusannya, tetapi
jika tidak mau bertobat
maka dia harus dibunuh sebagai orang kafir murtad,
yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati, dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim.
Hukum orang yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani,
baik ia
beriktikad bahwa hal itu halal
bagi masyarakat umum maupun hanya untuk orang-orang tertentu yang beranggapan
bahwa ganja merupakan santapan
untuk berpikir dan berdzikir serta dapat
membangkitkan kemauan yang
beku ke tempat
yang terhormat, dan untuk itulah mereka mempergunakannya."
Sebagian orang salaf pernah ada yang berprasangka bahwa
khamar itu mubah bagi orang-orang tertentu, karena menakwilkan firman Allah
Ta'ala:
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila
mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh,
kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan ..." (al-Ma'idah 93)
Ketika kasus ini
dibawa kepada Umar
bin Khattab dan dimusyawarahkan dengan beberapa orang
sahabat, maka sepakatlah Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya bahwa
apabila yang meminum khamar masih mengakui sebagai perbuatan
haram, mereka dijatuhi hukuman dera,
tetapi jika mereka
terus saja meminumnya karena
menganggapnya halal, maka mereka
dijatuhi hukuman mati. Demikian pula
dengan ganja, barangsiapa
yang berkeyakinan bahwa ganja
haram tetapi ia mengisapnya, maka ia dijatuhi hukuman dera dengan cemeti
sebanyak delapan puluh kali
atau empat puluh
kali, dan ini merupakan hukuman yang tepat. Sebagian fuqaha memang tidak
menetapkan hukuman dera, karena
mereka mengira bahwa
ganja dapat menghilangkan akal tetapi
tidak memabukkan, seperti
al-banj (Ienis
tumbuh-tumbuhan yang dapat membius) dan
sejenisnya yang dapat menutup akal tetapi tidak memabukkan. Namun
demikian, semua itu adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim.
Barangsiapa mengisapnya dan
memabukkan maka ia
dijatuhi hukuman dera seperti
meminum khamar, tetapi
jika tidak memabukkan maka
pengisapnya dijatuhi hukuman ta'zir yang lebih ringan daripada hukuman jald
(dera). Tetapi orang
yang menganggap hal itu halal, maka dia adalah kafir dan harus dijatuhi
hukuman mati.
Yang benar, ganja itu memabukkan seperti minuman keras,
karena pengisapnya menjadi kecanduan
terhadapnya dan terus memperbanyak (mengisapnya
banyak-banyak). Berbeda dengan al-banj dan lainnya yang tidak menjadikan kecanduan
dan tidak digemari. Kaidah syariat menetapkan bahwa barang-barang haram yang
digemari nafsu seperti khamar dan zina, maka pelakunya
dikenai hukum had, sedangkan yang tidak digemari oleh
nafsu, seperti bangkai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.
Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh
pengisapnya dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah
mengharamkan atas orang yang berusaha
memperoleh sesuatu yang haram sebagaimana terhadap
barang lainnya. Dan
munculnya kebiasaan memakan atau
mengisap ganja ini
di kalangan masyarakat hampir
bersamaan dengan munculnya pasukan
Tatar. Karena ganja ini
muncul lantas muncul pula pedang pasukan Tatar."4
Maksudnya, kemunculan atau kedatangan serbuan
pasukan Tatar sebagai hukuman
dari Allah karena
telah merajalelanya kemunkaran di
kalangan umat Islam,
diantaranya adalah merajalelanya
ganja terkutuk ini.
Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:
"Ada juga orang yang mengatakan bahwa
ganja hanya mengubah akal tetapi
tidak memabukkan seperti
al-banj, padahal sebenarnya tidak
demikian, bahkan ganja
itu menimbulkan kecanduan dan
kelezatan serta kebingungan (karena gembira atau susah), dan inilah yang
mendorong seseorang untuk mendapatkan
dan merasakannya. Mengisap
ganja sedikit akan mendorong si
pengisap untuk meraih lebih banyak lagi seperti halnya minuman yang memabukkan, dan orang yang sudah terbiasa mengisap
ganja akan sangat sulit untuk meninggalkannya,
bahkan lebih sulit daripada meninggalkan
khamar. Karena itu, bahaya ganja
dari satu segi lebih besar daripada bahaya khamar. Maka para fuqaha
bersepakat bahwa pengisap
ganja wajib dijatuhi hukum had (hukuman yang pasti bentuk dan
bilangannya) sebagaimana halnya khamar.
Adapun orang yang
mengatakan bahwa masalah ganja
ini tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan hadits,
maka pendapatnya ini hanyalah
disebabkan kebodohannya. Sebab di
dalam Al-Qur'an dan
hadits terdapat kalimat-kalimat yang simpel
yang merupakan kaidah umum dan
ketentuan global, yang mencakup segala kandungannya.
Hal ini disebutkan
dalam Al-Qur'an dan al-hadits
dengan istilah 'aam (umum). Sebab tidak mungkin menyebutkan
setiap hal secara khusus (kasus per
kasus)."5
Dengan demikian, nyatalah
bagi kita bahwa
ganja, opium, heroin, morfin,
dan sebagainya yang
termasuk makhaddirat
(narkotik) --khususnya jenis-jenis
membahayakan yang sekarang mereka istilahkan dengan racun putih-- adalah haram
dan sangat haram menurut kesepakatan
kaum muslim, termasuk dosa besar
yang membinasakan, pengisapnya wajib
dikenakan hukuman, dan pengedar
atau pedagangnya harus dijatuhi hukuman mati, karena ia memperdagangkan
ruh umat untuk memperkaya dirinya
sendiri. Maka orang-orang seperti
inilah yang lebih
utama untuk dijatuhi hukuman
seperti yang tertera dalam firman Allah:
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orangyang berakal, supaya kamu bertakwa." (al-Baqarah:
179)
Adapun hukuman
ta'zir menurut para
fuqaha muhaqqiq (ahli membuat
keputusan) bisa saja berupa
hukuman mati, tergantung kepada mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.
Selain itu, orang-orang
yang menggunakan kekayaan
dan jabatannya untuk membantu
orang yang terlibat narkotik ini, maka mereka termasuk golongan:
"... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
Bahkan kenyataannya, kejahatan dan kerusakan mereka
melebihi perampok dan penyamun,
karena itu tidak mengherankan jika mereka dijatuhi
hukuman seperti perampok dan penyamun:
"... Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang beraL"
(al-Ma'idah: 33)
1 Muttafaq 'alaih secara mauquf sebagai perkataan Umar,
sebagaimana disebutkan dalam al-Lu'lu' wal-Marjan (hadits nomor 1905), dan
diriwayatkan juga oleh Abu Daud, hadits nomor 3669; dan Nasa'i dalam
"Kitab al-Asyrabah." ^
2 Abu Daud dalam "Kitab al-Asyrabah," nomor 3686.
^
3 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas, dan dirinwayatkan Ibnu Majah sendiri dari Ubadah, dan para ulama hadits
mengesahkannya karena banyak jalannya. ^
4 Majmu' Fatawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, juz 24, hlm.
213-214. ^
5 Ibid, hlm. 206-207. ^
0 komentar:
Post a Comment
"Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!."