Dunia memperingati 1 Juni sebagai Hari Ayah. Memang tak banyak yang tahu, karena biasanya lebih fokus pada penghormatan sosok ibu setiap 22 Desember. Dirayakan atau tidak, yang jelas ayah layak dihormati dan dihargai. Jasa-jasanya begitu besar, tak kalah dengan ibu.
Namun sayang, tak sedikit anak yang justru mengabaikan ayahnya. Ada anak yang suka membangkang perintah ayah, membantah kata-katanya, mencap ayahnya kejam, kuno, pelit, dll. Tak sedikit pula anak yang merasa malu dengan sosok ayahnya, rendah diri, merasa hina, tidak bangga, bahkan minder sekadar menyebut nama ayah di hadapan teman-temannya. Terlebih jika profesi ayah dinilai rendahan, biasa saja dan tidak bonafid.
Akibatnya, kerapkali hubungan anak-ayah menjadi renggang. Terlebih jika anak sudah beranjak dewasa, ayah sudah bukan menjadi tumpuan rujukan lagi. Kecintaan anak-ayah makin menipis, hubungan anak-ayah hambar, kaku, formal bahkan renggang. Jangankan peluk-cium, sapaan pun sekadar basa-basi di bibir.
Yang lebih parah lagi, ada anak sampai membenci ayahnya, hingga mengabaikan tatanan Islam. Seperti kabur dari rumah tanpa pamit, menikah tanpa restu ayahnya atau memutuskan silaturahim dengan ayah kandung dengan berbagai alasan.
Hal tersebut tentunya tidak layak dilakukan anak yang mengaku shalih-shalihah. Untuk itu, anak perlu memahami pentingnya peran ayah berikut jasa-jasanya. Seperti:
1. Ayah adalah pemberi nafkah.
Ayahlah yang memberi makan kita sejak dalam kandungan hingga dewasa. Juga, menopang keperluan hidup anak-anaknya hingga dewasa, yakni anak perempuan sampai menikah dan anak laki-laki sampai ia bekerja. Bayangkan, jika dinilai rupiah, berapa trilyun nafkah yang sudah dialirkan ayah demi anaknya?
2. Ayah sebagai pendidik anak.
Ayah bukan sekadar tempat menadah materi, uang saku, SPP, baju baru, tapi punya kewajiban sebagai pelindung, pengayom dan pendidik anak. Adalah wajar jika nasihat-nasihat meluncur dari mulutnya, karena tugasnya membimbing dan mendidik anak agar shalih-shalihah. Ayah adalah perisai agar buah hatinya tidak tergelincir dalam kenistaan.
3. Ayah adalah wali bagi anak, khususnya perempuan.
Anak perempuan berada dalam naungan wali, yakni ayah kandungnya. Jika akan keluar rumah, anak harus izin. Kalo hubungan dengan ayah baik, pasti izin tidak masalah asal untuk kebaikan. Jika akan menikah, harus direstui ayah, karena ayah yang berhak menikahkan anak perempuannya. Jangan sampai karena tidak harmonis, menikah tanpa ayah. Tentu tidak sah.
4. Ayah mewariskan nama baik dan harta jika telah wafat.
Ayah menjalankan fungsi sebagai pelestari keturunan. Keberadaan anak sangat membanggakannya, sebagai pewaris nama baik dan penerus cita-citanya. Ayah tak mengharap apapun dari anak, bahkan akan berusaha mencukupi kebutuhan anaknya hingga ia meninggal. Sebab itu anak berhak atas warisannya.
Dengan melihat hal di atas, sangat wajar jika anak wajib berbakti, menjaga nama baiknya, merawat saat ia renta dan mendoakannya ketika ia telah tiada. Jangan sampai di akhir masa hidupnya, karena tidak dekat dengan ayah, malah ayah dikirim ke panti jompo. Juga, tak pernah mendoakannya karena kesibukan dunia.
Mari, mulai saat ini kita menjaga dan memperbaiki hubungan dengan ayah. Sebagaimana Rasulullah SAW begitu dekat dengan Fatimah. Fatimahlah yang merawat Rasulullah SAW di akhir hayatnya. Allah SWT berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 23-24 yang artinya: “Tuhanmu telah memutuskan supaya kamu tidak menyembah sesuatu kepada-Nya dan terhadap kedua orang tua harus berlaku baik. Pada waktu salah seorang dari mereka atau keduanya telah tua janganlah kau berkata cis/ah (kata yang menunjukkan rasa muak) kepada keduanya dan jangan pula membentak dan berkatalah dengan kata-kata yang lunak, lemah lembut dan sopan.” Juga, firman Allah Swt. surat al-Ankabut ayat 8 yang artinya: “Kami telah mewasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya.
0 komentar:
Post a Comment
"Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!."