Menegakkan Tiang Agamaku

Menghabiskan waktu libur pada musim dingin, harus melawan segala rasa malas. Berhangat-hangat di rumah sambil menyaksikan hiburan di TV lebih menggiurkan daripada berdiri gemetar diterpa angin yang menembus kulit meski telah memakai baju berlapis, brrrr. Namun, rencana itu sering gagal dengan telepon teman yang ingin bertemu guna melepas rasa rindu dan mempererat silaturahim, belum lagi setumpuk aktivitas yang mesti diselesaikan disaat libur, hiks.
Namun bila gelap datang dan mengharuskan saya kembali ke rumah, sejumput penyesalan mendera, kok cepet banget sih waktu berlalu, I wish holiday is 48 hours a day!
Hari itu setelah menyelesaikan beberapa hal, saya dan seorang teman memutuskan menikmati senja di Star Ferry Tsim Sha Tsui, sebuah dermaga yang memisahkan Hong Kong Island dengan Kowloon. Tempat duduk yang nyaman, cahaya matahari yang hangat serta pemandangan yang memukau diiringi obrolan kami yang seolah tyada habis.Perfecta.

Hingga.
“Mbak Yulia sudah ashar?”
“Belum.” Jawab saya ringan.
“Kok belum, sudah masuk waktunya nih.”
“Di rumah aja deh, disini toiletnya ga bersih, antrinya panjang, ga bawa alas lagi, mau ke masjid kan lumayan jauh.” Berderet alasan yang saya kemukakan semoga menyurutkan niatnya untuk ‘mengharuskan’ saya ashardisitu.
“Kalau sampai rumah kan sudah masuk maghrib, ayo ku antar.” Mimik seriusnya seolah tak mengijinkan saya memberi alasan lagi. Kami beriringan menuju toilet dengan antrian yang cukup panjang. Teman saya setia menemani meski dia sendiri sedang berhalangan untuk sholat.
Lalu.
“Sholat dimana nih, ga bawa alas.”
“Kita cari tempat tenang dulu biar khusyu.” Tangan saya digandengnya, kami mencari tempat yang cukup bersih dan tenang. Pojok gedung teater menjadi pilihan kami, saya masih belum menemukan sesuatu untuk dijadikan alas bersujud. Tiba-tiba sebuah pemandangan yang membuat hati ini gerimis, terjadi. Di lepasnya jaket musim dinginnya yang panjang, padahal suhu pada titik 9 derajat celcius, di gelarnya menghadap kiblat.
“Sudah itu alasnya, segeralah sholat.” Speakless.
Usai salam, saya lihat dia mendekapkan kedua tangan, berusaha menghangatkan diri. Sebagai tambahan, teman saya satu ini agak sensitive dengan udara dingin. Dalam rumus thermometer tubuhnya suhu udara otomatis di kurangi 5 derajat. Bila saat itu 9 derajat, maka bagi dia saat itu udara bersuhu 4 derajat. Semua di lakukannya demi ketepatan waktu sholat saya. Haru.
Shalat adalah tiang agama, maknanya mendalam dalam beberapa hadist dan firman Allah.
Shalat adalah amal hamba paling awal yang dihisab nanti di hari kiamat. Jika diterima, maka akan diterima pula amal yang lainnya. Demikian pula sebaliknya, jika tertolak maka tertolak pula amal yang lain.
Karena urgensinya, maka Allah memerintahkan pelaksanaannya dalam kondisi bagaimanapun, baik dalam perjalanan atau mukim, dalam kondisi perang atau damai dan dalam keadaan sehat atau sakit.
Shalat merupakan tanda istimewa bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Allah berfirman dalam memberikan sifat khusus bagi mereka: “Dan mereka itu senantiasa mendirikan shalat”. (Al-Baqarah: 3 )
Sesungguhnya penghalang antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat”.(HR. Muslim)
Beruntungnya saya memiliki teman-teman yang tyada jera menasehati dan berbagi. Sabar membimbing. Membantu menegakkan tiang agama yang dengan kemalasan saya mungkin akan runtuh. Padahal tak membutuhkan banyak waktu, dan sama sekali tak sebanding dengan segala nikmat yang telah Allah beri. Hanya sekian menit dari 24 jam dan 5 kali dari berpuluh kali aktifitas lain. So…
Kembali ke rasa malas saya, memang diri ini kadang perlu di paksa baru kemudian merasa kurang, seperti hari libur di musim dingin tadi hehehehe.. Dan sebelum menyesal karena merasa kurang.. saya akan berusaha mendisiplinkan diri, demi Menegakkan Tiang Agamaku…
Wallahu’alam Bishawab


eramuslum
Category:

0 komentar:

Post a Comment

"Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!."