Assalamu'alaikum
wr. wb.
sebelumnya
saya tanya lagi nih walupun beberapa pertanyaan saya yang waktu itu belum
sempat terjawab. Ustadz, bagaimana hukumnya jika denda/iqob itu menggunakan
uang, karena saya pernah baca artikel yang dijawab juga oleh ustadz mengatakan
bahwa hukumnya sama dengan judi karena ada pihak yang dirugikan jika
menggunakan iqob seperti itu.
Mohon
penjelasan lebih mendalam lagi karena pada saat ini banyak saudara-saudara kita
yang masih mempraktekan hal tersebut. Syukron.
Wassalmu'alaikum,
Jawaban
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Di
antara syarat sebuah perjudian adalah adanya pertaruhan harta antara dua belah
pihak atau lebih, baik dengan cara undian atau pun sesuatu yang dilombakan,
lalu yang menang akan mengambil harta dari pihak yang kalah, sedangkan yang
kalah akan kehilangan uangnya.
Syarat-syarat
ini kalau sampai terpenuhi pada suatu kesepakatan, meski niat dan motivasinya
baik, tetapi hukumnya terlarang, karena mengandung unsur judi. Meski pun
masing-masing pihak bersikap sama-sama rela dan ridha.
Misalnya,
dua orang jamaah masjid bertaruh, siapa yang paling dahulu masuk ke masjid untuk
shalat Shubuh, maka dia berhak atas Rp 10.000 dari harta temannya yang kalah.
Meski diterapkan dalam kebaikan, namun transaksi ini pada hakikatnya adalah
sebuah perjudian. Kebaikan yang dimaksud adalah agar kedua anak itu berlomba
rajin ke masjid di waktu shubuh. Tapi judinya adalah pertaruhan harta antara
keduanya, di mana harta itu bersumber dari mereka.
Pengecualian
- Seandainya
hadiah harta itu bukan dari keduanya, tapi hanya dari satu orang di antara
mereka, hukumnya bukan judi. Juga seandainya harta hadiah itu berasal dari
orang lain yang tidak ikut lomba, maka unsur judinya akan hilang. Yang
membuatnya menjadi judi adalah bisa sumber hadiah itu berasal dari
masing-masing mereka.
- Yang juga akan
membuat transaksi itu keluar dari kriteria perjudian adalah seandainya
yang dijadikan pertaruhan itu bukan harta, tetapi bentuk lainnya.
Misalnya, siapa yang terlambat masuk ke kelas, maka dihukum melakukan push-up,
atau berdiri di depan kelas, atau menghafal juz amma.
Dalam
kasus yang anda tanyakan, meski uangnya tidak diletakkan di meja judi, tetapi
statusnya tetap sedang dipertaruhkan. Karena sesungguhnya setiap anggota sudah
harus menyiapkan uang juga, meski masih di dalam dompetnya. Bila yang
bersangkutan melanggar peraturan, katakanlah terlambat datang pada waktunya,
dia harus mengeluarkan uang dari dompetnya. Dalam kesepakatan ini unsur
pertaruhan sudah ada, yaitu pertaruhan uang sebesar Rp 10.000.
Tinggal
satu unsur lagi, yaitu untuk siapakah yang berhak atas uang itu. Bila uang itu
menjadi hak para anggota lainnya, maka sempurnalah semua syarat perjudiannnya.
Misalnya uang denda dari yang melanggar itu dibagi-bagi kepada anggota lainnya,
baik dengan cara dimasukkan uang kas, atau untuk membeli makanan atau lainnya.
Tapi
kalau uang denda itu tidak dibagi-bagi kepada anggota lainnya, maka hukumnya
khilaf. Misalnya, uang itu dibagikan kepada fakir miskin atau anak yatim atau
siapa pun, apakah termasuk judi atau sedekah yang dipaksakan?
Jadi
bedanya, bila uang itu dimakan oleh yang menang, maka hukumnya judi. Tapi kalau
uang itu bukan untuk pihak yang menang, tapi untuk hal lainnya di luar
orang-orang yang ada dalam kelompok itu, maka bukan judi.
Mungkin
ada yang mengatakan bahwa aturan denda ini beda dengan judi, karena tidak ada
orang yang menang dan yang kalah.
Hal
itu dijawab dengan argumentasi bahwa pada hakikatnya tetap ada pihak yang
menang dan yang kalah. Bedanya, dalam judi umumnya pemenangnya satu dan yang
kalah banyak. Sedangkan dalam 'judi' yang anda tanyakan, yang menang banyak dan
yang kalau hanya satu. Tetapi intinya sama saja, ada uang yang dipertaruhkan
dari mereka untuk mereka, lalu ada yang menang dan yang kalah.
Wallahu
a'lam bishshawab
0 komentar:
Post a Comment
"Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!."